Belajar menyunting tulisan sendiri

 Belajar menyunting tulisan sendiri

Pada pertemuan ke-17 dalam rangkaian kegiatan belajar menulis gelombang 2 bersama Om Jay kali ini narasumbernya adalah Bapak Much. Khoiri seorang penggerak literasi, dosen menulis kreatif, editor, dan penulis 43 buku dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Kali ini beliau akan berbagi tentang konsep menyunting (editing), mengapa perlu menyunting, apa yang disunting, dan bagaimana melakukannya, baik untuk karya sendiri maupun karya orang lain. Dalam kesempatan ini, beliau tidak hendak menggurui, hanya ingin berbagi, saling mengisi dan memberikan pengayaan. Beliau membuka kesempatan untuk memberikan masukan atau teguran jika materi yang disampaikan kurang pas.
Sebelum memulai diskusi peserta dipersilahkan membaca artikel yang berjudul “Menyunting Tulisan” bisa lihat disini Mohon baca secara cermat, untuk beberapa saat. Setelah membacanya, peserta diharapkan memberikan respon, pertanyaan, atau masukan dan Pak Much. Khoiri akan menanggapinya.
Jadi, Mengapa perlu menyunting? Karena draf naskah tulisan memang belum dianggap selesai atau final, masing ada kemungkinan kekurangan sana-sini. Kita harus baca ulang draf kita mungkin tidak hanya cukup sekali, bisa dua atau tiga kali. Dalam hal ini kita harus berdiri sebagai pembaca, dan karena itu harus objektif memberikan penilaian. Apa saja yang perlu diedit atau disunting?  Secara umum kita bisa menambahkan variasi, penekanan, koherensi, transisi, dan detail (rincian). Kita juga bisa mengurangi kalimat bertele-tele (mubasir), irelevansi, dan inkonsistensi. Dengan kalimat lain, penyuntingan berfokus pada tiga unsur, yakni bobot ide, pengorganisasian ide ke dalam tulisan, dan penggunaan bahasa.
Jika mendapati tulisan yang kurang proporsional, terlalu bertele-tele tapi diedit  penulisnya berkeberatan, maka perlu disepakati sejak awal apa saja yang boleh dan tidak boleh atau editing dikembalikan ke penulis sendiri. Intinya, kita tidak berhak mengubah maksud atau konten. Jika kita ragu-ragu tentang konten, ada baiknya kita tanyakan ke penulis.
Ketika bertindak sebagai editor penting bagi kita mengetahui ilmunya tentang naskah yang akan disunting. Pak Khoiri kerap kali menemukan naskah yang bikin kepala cenut-cenut akibat bahasa yang menggemaskan. Logika juga kurang tertata. Jadi beliau membantu menatakan. Lalu, hasilnya dikirimkan ke yang bersangkutan untuk dicek dan dibandingkan dengan naskah aslinya. Di situlah yang bersangkutan bisa belajar.
Sebelum menyunting sebuah tulisan Beliau baca dulu seluruh teks untuk memahami konten secara umum. Ini review konten. Setelah itu, menandai mana yang perlu ditata dan direvisi. Kemudian, dilakukan editing mulai awal hingga akhir. Setelah itu, perlu proofreading (ngecek tata tulis, mungkin terlewatkan; juga tanda baca, ejaan, dsb.). Kalau sudah terbiasa, semua review bisa lebih cepat. Terlebih jika paham ilmu dari konten dalam buku tersebut.
Kita mengedit naskah ya sesuai dengan kaidah genre tulisan yang ada. Bikin esei, ada kaidah bikin esei. Bikin cerpen, ada kaidah bikin ceepen. Begitu pula puisi. Kalau mengedit puisi, ya kita harus tahu kaidah bikin puisi yang baik, bahwa perlu ada rima, ritma, majas, simbol, dsb. Kita bantu agar puisi yang kita edit memenuhi kaidah puisi.
Bagaimana kalau kita sebagai penulis pemula, yang tidak punya kemampuan memadai untuk melakukan editing? Ke depan, penulis juga harus belajar menjadi editor, seiring perjalanan waktu. Tapi untuk smentara, silakan mencari editor (profesional), setidaknya teman bahasa yang tahu banyak tentang kompetensi editor. Minta tolong beliau untuk melakukan editing, kemudian minta beliau untuk menunjukkan perbedaan antara teks asli dan teks editan. Dari situlah kita belajar, sedikit demi sedikit. Jika editing menganggu proses menulis, untuk sementara jangan pikirkan editing. Fokus ke menulis. Nanti editing serahkan ke ahlinya.
Sebagai penulis, setidaknya kita memahami bagaimana menulis kalimat sederhana. Mohon cek setelah selesai menulis, apakah kalimat-kalimat yang ada sudah ada subjek-predikatnya. Ini tantangan. Tapi jika belum bisa melakukan sendiri, ya ada baiknya minta tolong editor, dan minta untuk menunjukkan perbedaan antara teks asli dan teks editan. Dalam memilih editor pilihlah yang mau memberi masukan ke tulisan, dan menunjukkan kelemahan dan kelebihan tulisan. Dari situ penulis akan belajar bagaimana mengedit tulisan.
Pak Khoiri memiliki dua lapis dalam tim editing, bergantung pada "parah" tidaknya naskah. Jika tidak parah, ya cukup satu lapis. Jika parah, dua lapis perlu dijalankan. Lapis kasar itu yang mengedit mulai konten, pengorganisasian, dan bahasa secara umum. Lapis halusnya yang akan memfinalkannya. Menurut beliau syarat editor itu sebenarnya tingkat kemahiran tertentu jika dites denga UKBI (Uji Kemahiran Bahasa Indonesia), demikian pun jadi editor Bahasa Inggris atau yg lain. Beliau sendiri menekuni dua bahasa itu, jadi bisa mengedit naskah bahasa indonesia dan bahasa Inggris.
Kesimpulan menyunting atau editing perlu dilakukan terhadap naskah atau tulisan, sebelum disajikan ke pembaca. Menyunting tentu bisa dilakukan pada naskah sendiri maupun naskah orang lain. Karena itu, penulis yang baik ya perlu berlatih menjadi editor, untuk karya sendiri dan (jika perlu) untuk karya orang lain. Saat menyunting, kita fokus pada konten, pengorganisasian, dan penggunaan bahasa. Namun, konten tidak boleh banyak diubah. Editor lebih berhak membantu pengorganisasian ide dan penggunaan bahasa. Tentu, editor harus tahu benar substansi konten dan struktur tulisan yang seharusnya. Tentu saja, kemampuan ini semuanya bisa dilatih, baik dengan bimbingan mentor maupun dengan otodidak. Yang jelas, editing lah yang membuat tulisan siap disajikan ke pembaca. Jika editing berhasil, pesan penulis lebih mudah sampai ke pembaca. Semoga kita enteng hati untuk belajar menjadi editor, sekurangnya untuk naskah diri sendiri.

10 komentar untuk " Belajar menyunting tulisan sendiri"