REPOST : Serial 'Teori' Menulis (5)

JANGAN REMEHKAN IDE KEBETULAN

Oleh: MUCH. KHOIRI
(Dosen Unesa, editor, dan penulis 43 buku dari Unesa Surabaya)

Khusus untuk (calon) penulis dan suka menulis: Jangan lupa bawa alat rekam gagasan setiap hari; siapa tahu ada ide kebetulan alias spontan. Begitu ada ide bagus, rekam dulu agar tidak hangus dan lenyap. Jangan pula remehkan ide kebetulan, sebab ia kerap menjadi ide tulisan yang sangat bagus.

Demikian ditegaskan oleh Marx Ernst: "All good ideas arrive by chance." Semua ide yang bagus hadir secara kebetulan, tanpa disengaja sama sekali. Dalam konteks ini, ide bisa diidentikkan dengan ilham. Ia hadir bukan karena kesengajaan, melainkan seakan turun dari langit atau menyembur dari perut bumi, lalu diikat maknanya oleh akal manusia yang kreatif.

Boleh diyakini adanya firman Allah dalam QS. Al-Alaq, bahwa Allah mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya. Sebagai khalifah, manusia harus berwawasan. Manusia tidak dibiarkan hidup tanpa pelajaran apapun. Manusia harus belajar, dan Allah menyediakan sumber belajar yang melimpah tak terbatas. Hanya manusia mau atau tidak untuk belajar.

Tuhan agaknya menghujankan dan membanjirkan ide untuk manusia per sekian sekon ke seluruh muka bumi. Bermilyar-milyar ide bertebaran, menyapa alam pikiran (akal) manusia. Ada yang  bersenyawa dengan manusia A, ada jua dengan B, C, atau D. Bebas ke mana pun arah yang dituju, mencari pasangan untuk membentuk makna. Itu bergantung kondisi "wadah" (akal) pula.

Ketika "wadah" itu merupakan sawah yang subur, yakni memiliki kekayaan bekal pengetahuan (prior knowledge), maka sebuah ide akan berproses menjadi ide yang matang. Sebaliknya, jika "wadah" itu tandus, tebaran ide hanya akan layu dan kering sebelum tumbuh dan berkembang.

Masuk di akal jika terjadi suatu transendensi (lintas ruang dan waktu) dalam ide. Maksudnya, pada saat sama orang A, B, C, atau D berpikir tentang topik yang sama. Yang berbeda adalah cara berpikirnya dan cara kerja yang menyertainya. Cerpen "Obsesi" saya, secara kebetulan, memiliki ide dasar mirip dengan sebuah film dan drama yang saya tonton di Amerika sekian tahun lalu. Padahal, saat menulis cerpen itu, saya belum pernah menonton film dan drama tersebut.

Agar bisa memiliki "wadah" yang subur, kita harus banyak memberinya pupuk--dengan banyak membaca apapun juga, baik tertulis maupun tak tertulis, atas nama Tuhan. Jika wadah kita subur, ide yang berkelebat akan cepat dimatangkan menjadi ide bagus (inspirasi) yang layak ditindaklanjuti. Benih-benih ide mudah tumbuh di sawah yang subur.

Dalam "Rahasia Top Menulis" (2014) saya telah menekankan bahwa "inspiration is prior knowledge and a trigger" (inspirasi itu hakikatnya adalah bekal pengetahuan sebelumnya dan sebuah pemicu ide). Pemicu itu bisa saja segala sesuatu yang mampir ke kita lewat panca indera (termasuk baca berita, pengalaman, pengamatan, dan sebagainya). Semua itu, amat boleh jadi, hadir secara kebetulan.

Jadi, jangan remehkan hadirnya ide kebetulan. Ia spontan hadir ke dalam alam pikiran (akal) kita tanpa permisi. Mari sambut kehadirannya, lalu kita catat atau rekam pada alat perekam gagasan (buku saku atau android note), syukur-syukur langsung dilanjutkan dengan membuatkan outline ringkas. Dari sana nanti kita akan membuat tulisan. Masalah hasil akhirnya bergantung pada keahlian kita dalam teknik menulis; dan inilah yang unik di antara kita: ars poetica.[]

*Artikel ini sudah masuk ke dalam buku "Writing Is Selling" (2018).

Posting Komentar untuk "REPOST : Serial 'Teori' Menulis (5)"