Putih Biru : Rasa yang terabaikan

Sudah hampir setengah jam aku menimang HP ditanganku. Aku belum memutuskan apakah aku akan mengabari Bu Hana atau tidak. Aku menerima pesan dari Daniel yang mengajakku bertemu besok di sekolah pada jam istirahat. Daniel bukan teman sekelasku, kami juga beasal dari SD yang berbeda. Aku hanya sesekali bertemu dengannya di tempat Les. Dan kami tidak dekat. Jadi ajakan bertemu di sekolah agak aneh buatku. Terlebih pesan selanjutnya yang mengatakan aku harus datang sendiri jika berani. Memangnya kenapa aku tidak berani?. Belum selesai kebingunganku kali ini pesan dari Jordy masuk. Katanya jangan datang jika Daniel mengajak bertemu. Dia ingin menantang kamu berkelahi. Tidak sabar aku menelpon Jordy untuk memastikan. 

"Apa maksudnya?." Aku menarik nafas mendengarkan penuturan Jordy.
"Baiklah,Terima kasih." Jordy mengingatkanku untuk tidak meladeni tantangan Daniel. Akhirnya aku mengcapture pesan chat dari Daniel dan mem-forward-nya ke Bu Hana. Wali kelasku. Lalu dia membalas, OK. Tunggu saja besok ya. Begitu pesannya. Kepalaku jadi tambah pusing. Aku takut berkelahi. Iya. Tapi aku lebih takut kalau Ayah tahu aku akan berkelahi.
Keesokan harinya aku berangkat lebih pagi ke sekolah. Aku bahkan tidak keluar kelas saat bel istirahat berbunyi. Jordy menggantikanku pergi ke kantin untuk belanja beberapa cemilan. Tidak ada yang terjadi sampai istirahat kedua. Aku merasa Daniel hanya menakutiku. Saat aku sedang membolak - balik buku paket Jordy datang dengan tergopoh.
"Ren, kamu dipanggil Bu Hana. Sekarang." Jordy masih mengatur nafasnya ketika aku bertanya kenapa. Dia malah menarik tanganku ke arah balkon. Menunjuk ke arah lapangan basket dimana Bu Hana sedang duduk. Di sebelahnya ada Pak Hari guru BK sekolah kami. Ada dua anak laki - laki yang berdiri menghadap mereka. Salah seorang kukenali sebagai Daniel. Tapi yang satu lagi tidak dapat kutebak.
"Sudah Ren, kamu turun saja. Temui Bu Hana." Kata Jordy seraya mendorongku menuruni tangga. Bel masuk berbunyi. Anak - anak bergegas masuk ke kelas masing - masing. Bu Hana melambaikan tangan. Menyuruhku mendekat. Lalu dia mulai bicara.
"Seperti yang saya katakan sebelumnya Pak Hari, ini murid saya Rendra. Dia yang mendapatkan pesan berisi ajakan berkelahi dari Daniel." Aku mengangguk mengiyakan perkataan Bu Hana. Daniel menatapku sekilas. Ada kemarahan disana.
"Daniel mengancam Rendra? Kenapa malah berkelahi dengan Doni?." Tanya Pak Hari. Menatap Doni dan juga Daniel.
"Saya bertemu Daniel di tangga. Tidak sengaja siku kami bersinggungan.Dan dia bilang saya cari gara-gara..." Doni belum selesai bercerita ketika Daniel menyela.
"Dia menghalangi jalan saya, Jordy saksinya." Jordy yang berdiri disebelahku langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. 
"Saya gak ngerti Pak, tahu - tahu Daniel sama Doni pergi ke belakang kelas. Terus saling pukul. Yang nonton banyak." Lanjutnya menggaruk kepala yang tidak gatal. Sementara Pak Hari menginterogasi kami aku melihat Bu Hana berbicara dengan Nessa. Siswi cantik kelas sebelah dia menatapku dan tersenyum. Bu Hana  berdiri agak jauh dari kami. Bicaranya juga pelan sekali sehingga aku tidak bisa mencuri dengar apa yang mereka bicarakan. 
"Doni kamu seharusnya tidak membalas ajakan Daniel. Kamu mau jadi pahlawan?." Doni cuma menunduk. Tiba - tiba dia berkata dengan suara pelan..
"Sebenarnya saya takut dia mengganggu teman saya, si Rendra badannya kecil di dorong dikit saja pasti jatuh. Di kelas saya yang paling besar dan tinggi. Saya cuma mau melindungi teman-teman saya." Wah berani sekali si Doni. Dia keren. Pak Hari menatap Daniel yang sepertinya ingin bicara juga.
"Jadi kenapa kamu menantang Rendra?." Suara Pak Hari tegas. Daniel sudah akan bicara. Tapi dia terdiam lagi. Aku juga penasaran akan jawabannya. 
"Saya suka Nessa Pak, tapi Nessa sukanya sama Rendra." Dan aku sukses tercengang. Aku langsung memutar kepala kearah Nessa. Sayangnya dia sudah tidak ada. Bu Hana berjalan seorang diri mendekati kami. Bu Hana bertanya kepadaku, apa aku suka Nessa? Tentu saja aku suka. Nessa anak yang cantik. Dia juga pintar. Kami sering berdiskusi tentang banyak hal. Kelas kami berdekatan. Kadang - kadang kami berbagi bekal juga. 
"Apa kalian punya hubungan lain selain berteman? Pacaran misalnya?." 
"Nggak Bu, Nggak. Temanan saja. Masih kecil juga. Baru tahun lalu saya tamat SD. Tar mama saya dengar bisa keluar tanduknya." Kataku tanpa jeda. Bu Hana dan Pak Hari hanya tersenyum saja. Daniel juga. Koq dia kelihatan senang. Lupa tuh bibirnya memar ditonjok Doni. Si Doni juga dapat cakaran di lengannya. Aku bergidik ngeri. Itu pasti sakit. Aku dan Jordy lalu diperbolehkan kembali ke kelas. Sementara Doni dan Daniel dibawa Pak Hari ke ruang BK. 
Keesokan harinya kulihat Doni dan Daniel mendapatkan skors karena berkelahi. Mereka mengenakan rompi biru selain seragam. Yang menandakan mereka sedang menjalani hukuman menjaga kebersihan kebun selama satu minggu. Aku sudah bertemu Daniel ditemani Bu Hana. Aku takut dia tiba - tiba menyerangku. Aku minta maaf, meskipun aku tidak tahu apa salahku. Kata Bu Hana, kita tidak akan menjadi rendah dengan minta maaf. Jadi aku melakukannya. Dan Bu Hana benar, dengan berbuat kebaikan kita bisa  aku mungkin minta maaf duluan. Lalu Daniel juga meminta maaf padaku. Dan sekarang kami berteman. Katanya dia cuma iri karena Nessa berteman denganku. Padahal dia dan Nessa sudah saling mengenal sejak di SD. Dia tidak suka Nessa mengabaikannya karena teman baru. Tapi kurasa Nessa tak sepenuhnya abai. Saat Doni dan Daniel membersihkan kebun bersama tukang kebun sekolah kami, Nessa datang membawakan minuman dingin dan sekantong cemilan. 

2 komentar untuk "Putih Biru : Rasa yang terabaikan"