Kegiatan
Belajar Menulis bersama Om Jay di grup WA yang saya ikuti sudah selesai. Namun
Om Jay masih berkenan membagikan materi dari kelas yang sedang berlangsug saat
ini dan kita juga dipersilahkan untuk bertanya. Dalam kesempatan kali ini
ada Bapak Dadang Kadarusman beliau lebih
dikenal dengan panggilan Om Deka. Jika bapak dan ibu ingin mengenal saya lebih
lanjut silakan kunjungi website saya www.dadangkadarusman.com
Ayah beliau seorang guru sekolah dasar yang sering membawakan buku2 bacaan.
Dari situ beliau jadi suka membaca. Dan dari suka membaca itu kemudian beliau
berkeinginan untuk menulis. Jadi sejak kecil beliau sudah menulis.
Menurutnya
hari ini, menerbitkan buku itu sangat mudah sekali. Beda dengan 20 tahun lalu
ketika beliau pertaman kali ingin menerbitkan buku. Ditolak penerbit itu biasa
sekali. Sekarang tantangan terbesar kita BUKAN pada menerbitkan bukunya.
Melainkan pada MENULIS SETIAP HARInya. Jika kita bisa menulis setiap hari, maka
kita akan sampai pada titik dimana kualitas tulisan kita akan sangat menarik
bagi penerbit. Kita, tidak perlu mendatangi penerbit lagi mereka yang datang
kepada kita. Buku-buku beliau pada umumnya adalah hasil dari penerbit datang
dan menwarkan untuk menerbitkan naskahnya. Kan enak ya kalau begitu. Nantinya
tinggal bapak ibus aja mau menerbitkannya atau tidak. Beliau percaya bahwa,
penerbit akan mendatangi Anda jika skill menulis Anda sudah sesuai dengan yang
mereka cari.
Jadi
pelajaran pertama, jangan lagi berpikir bahwa menerbitkan buku itu susah.
Gampang banget. Lalu bagaimana seseorang bisa menulis setiap hari? menulis tiap
hari butuh skill. Kita bisa mulai dengan pertanyaan ketika kita bicara dengan
banyak orang. menulis setiap hari bahkan ada yang menggunakan ghost writer ini
adalah salah satu efek menerbitkan buku targetnya bukan menulis. Berbeda dengan
orang yang mengasah keterampilan menulisnya terlebih dahulu. Orang tidak akan
bergantung pada orang lain. Kita bisa mnerbitkan buku kapan saja. Mengapa kita
perlu menulis setiap hari jika ingin menjadi penulis? Seperti kata pepatah
“Alah Bisa, Karena Biasa.” Jadi, orang yang terbiasa melakukan sesuatu akan
mahir dalam melakukannya kan ya. Contoh, Ibu dan bapak guru kan suka menasihati
anak didiknya agar membiasakan diri untuk melakukan sesuatu. Tujuannya apa?
Untuk membuat anak didik itu mahir melakukannya. Demikian pula halnya dengan
menulis. Jika kita melakukannya setiap hari, maka kita akan menjadi mahir
menulis. Contoh lain. Bapak Ibu ini kan jago banget kalau bicara didepan kelas.
Banyak pula professor di kampus yang hebat dalam memberi kuliah. Tapi, ketika
diminta untuk membuat sebuah karya tulis; jadi gelagapan. Padahal temanya
adalah bidang yang dikuasainya dan biasa diajarkan kepada anak didiknya. Kenapa
nggak bisa? Karena, para guru terbiasa bicara. SETIAP HARI BICARA. Namun, tidak
terbiasa MENULIS. Makanya, kita perlu SETIAP HARI MENULIS. Agar kelak kita jadi
terampil menuangkan gagasan bukan hanya melalui lisan saja. Melainkan juga
dalam bentuk tulisan.
Yang
kedua, kenapa kita perlu menulis setiap hari. Karena menulis setiap hari itu
membantu menjaga keselarasan antara otot-otot tubuh kita, juga jiwa. Jadi,
nanti kalau kita sudah terbiasa menulis. Melihat apapun, selalu ingin
menerjemahkan apa yang kita lihat itu kedalam bentuk tulisan dan itu terjadi
secara refleks saja. Begitu pula ketika kita merasakan sesuatu. Orang yang
tidak terbiasa menulis, bisa saja memendam perasaan itu. atau butuh seseorang
yang mau mendengarnya padahal, belum tentu ada yang mau dengar kan?. Tapi jika
dia terbiasa menulis, maka dia selalu punya teman untuk mencurahkan perasaannya
yaitu, selembar kertas dengan pena kalau dulu. Kalau sekarang, tinggal ambil
smart phone maka kita bisa mencurahkannya disana.
Yang
ketiga menulis setiap hari itu merupakan healing remedy. Jadi, jika terbiasa
menulis, kita bisa menjadi pribadi yang lebih sehat. Kesimpulannya, kenapa
perlu menulis setiap hari adalah; Karena seorang penerbit buku sejati, bukanlah
orang yang meminta bantuan orang lain untuk menuliskan naskah bukunya. Melainkan
orang yang memiliki kemampuan untuk menuliskan sendiri naskahnya secara mandiri.
Bagimana kemampuan itu diasah? Dengan cara berkomitmen untuk tidak melewatkan 1
hari pun dalam hidup kita TANPA MENULIS.
Jadi,
bapak ibu sekalian. Jika Anda sungguh-sungguh ingin menjadi penulis handal;
mulai sekarang, berkomitmenlah untuk menulis setiap hari. Seberapa banyak? Kalau
Pak Dadang pribadi, 1 hari 1 artikel Nah kalau ukurannya jumlah artikel,
berarti tidak ditentukan jumlah katanya kan ya. Kan jaman dulu kalau kita mau
mengirim artikel ke koran, itu ada ketentuan jumlah kata. Hal itu membuat
penulis pemula kesulitan.kenapa ? Karena bukan hal yang mudah untuk menuanggkan
gagasan secara indah dengan jumlah kata yang ditentukan. Maka bagi beliau,
ukurannya adalah "1 Artikel" Artikel itu apa? Sebuah paparan yang
memuat buah pikiran penulis sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Begitu
ukurannya jadi, yang penting dalam 1 hari itu ada karya tulis ibu bapak yang
"KALAU" dibaca orang lain, mereka akan memahaminya. Oya, kenapa saya
pakai kata KALAU? Karena, belum tentu ada orang yang membaca artikel itu. Duh,
sedih banget ya. sudah cape-cape nulis tapi kok nggak ada yang baca. Nah, ini
penting bapak ibu. Ditahap belajar ini, sebaiknya kita tidak terlalu baper soal
ada yang baca apa nggak kenapa? Karena kalau orang lain baca pun belum tentu
feedbacknya positif kan ya? Kan tidak sedikit orang yang berhenti menulis
karena pembacanya memberi feedback negatif. So, yang penting menulis saja dulu.
Kalau tulisannya sudah memenuhi standar minimal untuk dibaca orang, YAKIN DEH
bakal dibaca.
Setelah
membahas tentang WHY yang berhubungan proses membiasakan diri dalam menulis itu
Sekarang kita bahas WHATnya. WHAT makes you write something?. Apa sih yang
menjadi pendorong Anda untuk menulis?. Pertanyaan ini sederhana. Tapi orang
yang tidak menemukan jawaban yang tepat, akan berhenti ditengah jalan. Jadi
mari kita tanyakan kepada diri sendiri dulu apa yang mendorong kita menulis.
dengan kata lain, apa sih tujuan kita menulis? Contoh. Ada orang yang menulis
agar mendapatkan uang? Ada. Dulu, Om Deka pernah berada di level itu. Beliau
menulis untuk mendapatkan uang, karena butuh untuk biaya sekolah. Apakah beliau
berhasil? Lebih banyak gagalnya daripada berhasilnya. Lebih banyak naskah yang
dikembalikan redaksi daripada diterbitkan. Saat itulah kemudian beliau sadar
bahwa, menulis karena ingin mendapatkan uang; bukanlah nilai pribadi. Dan
sampai sekarang, beliau menulis BUKAN untuk uang. Bapak ibu boleh nggak
menjadikan uang sebagai pendorong utama dalam menulis. boleh saja. tidak
masalah. Tapi nanti seiring berjalannya waktu kita akan menemukan apa dorongan
yang paling cocok buat kita. Kedua, menulis dengan dorongan INGIN BERBAGI
PENGETAHUAN. Nah, yang ini menurut hemat saya; paling sesuai dengan jiwa
pendidik seperti kita. Ketika menulis karena uang, kadang kecewa karena
penerbit menolak. Seperti diremehkan oleh mereka deh rasanya. Kita juga bisa
kecewa jika bayarannya ternyata tidak seperti yang kita harapkan. Royalti
penulisan buku misalnya.
Lalu
kalau menulis setiap hari Idenya dari mana? Ini pertanyaan banyak orang. Bapak
ibu, segala hal yang bisa ditangkap oleh
panca indra kita adalah sumber ide. Tinggal kita olah saja. Pegang teguh
prinsip itu berapa banyak rangsangan yang masuk kedalam sistem panca indra dan
indra ke 6 kita? Jumlah rangsangan itu TAK TERHINGGA Maka itu berarti bahwa
sumber ide penulisan kita bisa SAAAANGAT banyak. Contoh. Hal apa yang bapak ibu
tangkap dengan panca indra sekarang? Ada bunyi AC? Itu sumber ide. Ada suara
seseorang yang lewat didepan rumah? itu sumber ide. Ada bunyi PRAAAANG!
gara-gara panci jatuh? semua sumber ide. Dan ide itu, hanya butuh sentuhan
berupa mengolah pikiran yang kemudian menuangkan hasil olah pikir itu kedalam
tulisan dan karena rangsangan itu selalu ada setiap hari, maka kita semua
sebenarnya bisa menulis setiap hari. Setiap saat ada ide disanalah sumber
tulisan kita.
Om
Deka mulai menulis sejak SD, aktif sekali SMP sampai ikut lomba-lomba. Berarti
sudah sekitar 40 tahun menulis. 1. Kapan mulai dipercaya oleh penerbit? Sekitar
10 tahun lalu. Jadi butuh 30 tahun perjalanan terlebih dahulu. Tapi, ada
tapinya. Kondisi beliau dulu beda dengan sekarang. Dulu, penerbit hanya
sedikit. Dan mereka punya bargaining power yang sangat tinggi. Maka mereka
sulit ditembus. Sekarang, ada Sangat banyak penerbit. bahkan menerbitkan
sendiri pun bisa. Sehingga tidak butuh waktu selama saya untuk diercaya
penerbit. Kalau kita masih pemula, sebaiknya tidak usah menerapkan terlalu
banyak kriteria penerbit. Karena kita yang masih pemula butuh mereka kan ya. Strateginya
paling gampang adalah terus ikut kursus menulis seperti ini, lalu bikin naskah
sambil konsultasi terus dengan penyelangara. Omjay, misalnya. beliau bisa
menghubungkan kita dengan penerbit. Jadi ininya seperti saya jelaskan diawal;
Fokus dulu kepada proses mengasah skill menulisnya saja. Lalu biarkan hasil
karya kita berseliweran diruang publik. Nanti, bakal seperti bakal jadi seperti
lampu yang menarik perhatian para laron.
Menulis
tiap hari kalau dipaksa pasti bisa. Tapi, 'paksaan' adalah sebuah proses yang
efektif untuk mendisiplinan seorang pembelajar yang belum memiliki 'refleks
menulis' sendiri. Om Deka misalnya, sudah mulai menulis sejak SD. Tapi menulis
setiap harinya barus setelah bekerja dibisa HR. Bahkan bagi yang sudah biasa
menulispun butuh dipaksa. 1) Mengenai Thema, dalam tahap belajar; TIDAK USAH
KHAWATIR SOAL TEMA dan sistematika penulisan. Pokoknya nulis saja. Tidak usah
takut salah. toh ini bukan UN kan? Kalau bicara dengan penulis yang sudah pro, menuntut
mereka hasil karya yang pro. Tapi, bagi pembelajar, yang terpenting adalah;
kemauan untuk terus praktek menulis. Lalu, bersedia mendengar masukan dari
orang lain untuk perbaikannya. Berapa banyak perhari? Targetkan 1 karya tulis.
Sepanjang apa? Berapa kata? Bebas. yang penting, karya tulis itu bisa menampung
buah pikiran sehingga pembaca mengerti. Contoh,. jika kita ingin menulis dengan
tema "PANTANG MENYERAH" misalnya. Tulisan kita tidak usah 1000 kata.
Cukup 2 atau 3 paragraf saja. Lalu, minta orang lain baca. Jika mereka bisa
menerima atau mengerti ide yang ingin kita sampaikan, berarti tulisan itu sudah
menjadi 1 artikel. Nanti, panjang dan bobot tulisannya pelan-pelan ditingkatkan.
Tidak ada standar berapa lama masa pengumpulan. kecuali jika kita punya kontrak
dengan penerbit. Misalnya disepakati dalam 2 bulan naskah harus selesai. Kalau
kita menulis untuk tujuan lain, maka waktunya bisa beda lagi. Contoh ada seorang guru yang mengajar di SLB
beliau ingin menulis tentang dunia tanpa suara. Itu topik yang keren. Dari
kalimat "DUNIA TANPA SUARA" saja sudah mengundseang pertanyaan orang.
"Apaan sih maksudnya?" memulai sebuah tulisan dengan tema itu lihat
bagaimana mengawali tulisannya. Paragraf
1: Hey kamu. Pernahkah kamu membayangkan bagimana seandainya tidak seorang pun
bersuara didunia ini. Tentu akan sepi sekali harimu kan? Tapi. bisakah kamu
membayangkan seandainya hal itu benar-benar terjadi? Sekarang. Coba pejamkan
matamu. Lalu bayangkan. Andai saja tak segencring suara pun tertangkap
pendengaranmu. Eh, tapi. menurut kamu. Apakah mungkin telingamu benar-benar
tidak bisa mendengat bahkan sekedar bunyi 'ting' pun? Nggak ya. Nggak mungkin
kamu nggak dengar bunyi anakku. Tahu kenapa? Karena ketahuilah sayang, bahwa
Allah sayang banget sama kamu. Sehingga engkau bisa mendengar berbagai macam
suara. Paragraf 2 tuch. paragraf terakhir saya begini: Nak. Kamu sudah bersyukurkah
dengan karunia indah itu? Karena ada loh, di desa sebelah. Seorang gadis yang
tidak seberuntung kamu, sayang. Tapi sejak lahir sampai usianya yang menginjak
15 itu, tidak pernah mendengar apapun ditelinganya selain hening semata.
Hebbbatnya..., gadis itu tidak pernah mengeluh nak. Tidak pernah pula sekalipun
dia bersedih. Pokoknyaaa... a-... aaapa ya. Ehm, ibu...ibu kehabisan kata-kata
untuk menjelaskan kemulian dirinya dibalik heningnya dunianya. Jika kamu tidak
keberatan, sayang. Bolehkan Ibu mencari tahu lebih banyak tentangnya dan
menceritakan kisah indah tentang gadis itu kepada hari Jumat nanti? Sudah
sampai pesannya nggak dengan 3 paragraf itu? Minimal ada 1 gagasan yang sudah
sampai kepada pembaca. Dan diujung ceritanya, ada 'komitmen' untuk melanjutkan.
Kalau kita kan ingin menjadi penulis terampil, maka itu bukan opsi yang tepat
buat kita Mengenai tidak pede dalam proses latihan menulis, kita tidak perlu
terikat dengan target berapa jumlah kata. kan di sekolah dulu ada pelajaran
mengarang ya. bu gurunya bilang panjang tulisan minimal 1500 kata. Widiiih,
bagi pemula mah pusing banget. Jadi nyantai aja.
Dan
tadi kita bahas juga tentang, tidak usah
baperan dengan respon orang terhadap kualitas tulisan kita. Kita cuek
maksudnya? Bukan. Tapi, kita harus menerima diri sendiri sebagai orang yang
baru belajar. Jadi, kalau pun tulisan kita 'tidak laku' ya nggak apa-apa. Kan
baru belajar. Latih terus aja. Bikin tulisan terus. Kalau belum berani
menunjukkan tulisan itu pada orang lain, biarin aja jadi koleksi pribadi kita.
Sambil terus memperbaiki tekniknya. Nanti kalau sudah ada tulisan yang 'layak'
dicobain ke orang lain, tunjukkan saja. kalau bisa, pilih orang yang tidak akan
bersikap negatif. Kesimpulan: Banyak orang tidak pede saat mau menuangkan
gagasan lewat tulisan. Boleh jadi seseorang sedang menanti buah pikiran mu
untuk dibacanya dengan penuh kekaguman. So menulislah.
Dalam
menulis sebuah buku apakah kita menentukan judul baru menulis artikel yang berkaitan
dengan judul atau kita menulis artikel-artikel dulu baru diberi judul untuk
menjadi sebuah buku? Dulu buku Om Deka yang judulnya "OUTSHINE"
diberi judul duluan. Naskahnya ditulis belakangan. Sedangkan buku "KETIKA
SEMUT DAN GAJAH BEKERJA" ditulis naskahnya duluan. Jadi, tidak ada
keharusan menulis judul dulu atau naskah duluan. Kalau sebuah tulisan sedikit
yang baca, TIDAK BERARTI tulisannya tidak bagus. Bisa saja tempat penayangannya
yang kurang tepat.
Untuk
menjaga keistiqomahan dalam menulis itulah pentingnya menemukan WHAT MAKES YOU
WRITE yang tadi kita bahas. Karena hal itu akan menentukan tingkat istiqomah
kita. Tapi jawabat dari WHAT tadi sifat individual. Kalau kita menulis karena
uang, maka bakal berhenti ketika hasil karyawa kita nggak jadi uang banyak. Tapi
kalau kita punya alasan yang lebih tinggi lebih mulia lebih bernilai Insya
Allah akan istiqomah. Om Deka sekarang menulis lebih karena ingin agar Allah
mengajari saya sesuatu lalu yang Allah ajarkan itu saya bagikan kepada orang
lain. Dengan itu, maka beliau selalu tanya; Ya Allah, hari ini saya bisa
belajar apa? Dapat jawabannya dituliskan lalu dibagikan. Makanya sekarang
beliau justru lebih tertarik untuk menulis artikel setiap hari kemudian
diberikan secara free daripada memikirkan menerbitkan buku. Dengan demikian,
maka gagasan bisa lebih cepat sampai kepada orang lain. Kesimpulan: Temukan,
hal apa yang bisa membuat kita ingin menulis. Atau apa tujuan kita menulis.
Jika sudah ketemu, nanti kita akan dengan sendirinya menulis secara produktif. Bapak
Ibu, menulis itu buat diri kita sendiri. Bukan buat orang lain. Jadi,
berikanlah yang terbaik kepada tulisan kita sendiri. Sehingga mendapat yang
terbaik dari kita berikan. Sedangkan para pembaca, adalah pihak yang ikut
menikmati manfaatnya. Dengan begitu, maka lewat tulisan kita; kita menjadi
pribadi yang lebih baik terlebih dahulu. Sambil mengajak orang lain untuk
menemani perjalanan menuju perbaikan diri itu. So teruslah menulis. Karena
dengan menulis, engkau melayani diri sendiri dan memberi manfaat kepada orang
lain.
Posting Komentar untuk " MENULIS SETIAP HARI DAN MENERBITKAN BUKU"